Mengenal 8 Isu Strategis Pendidikan Hasil Konsolidasi Nasional

Konsolidasi Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah (Konsolnas Dikdasmen) 2025 diharapkan menjadi ajang penting untuk menyelaraskan kebijakan pendidikan nasional. Kegiatan Konsolnas 2025 (28–30 April 2025 di Depok) diinisiasi Kemendikbudristek untuk mewujudkan pendidikan bermutu, inklusif, dan berkeadilan di seluruh Indonesia. Forum ini mengusung tema “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua”, menegaskan peran serta semua elemen masyarakat dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Melalui dialog lintas instansi (pemerintah pusat-daerah, sektor swasta, dan masyarakat), Konsolnas dirancang sebagai “wadah penting” untuk menyamakan persepsi dan memperkuat komitmen kolektif menghadapi berbagai tantangan pendidikan Indonesia. Sebagai hasil akhirnya, delapan isu strategis utama bidang pendidikan dasar dan menengah diidentifikasi untuk menjadi pijakan kebijakan lanjutan.

Apa itu Konsolidasi Nasional Pendidikan?

Konsolidasi Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah (Konsolnas Dikdasmen) adalah forum tingkat nasional yang diprakarsai Kemendikbudristek. Kegiatan ini berlangsung pada 28–30 April 2025 di Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia Depok. Konsolnas bertujuan menyelaraskan arah kebijakan pendidikan nasional dan mengevaluasi implementasinya. Dalam forum ini disepakati delapan isu strategis yang nantinya menjadi bahan rekomendasi bagi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Menurut Kemendikbudristek, Konsolnas berperan menyamakan persepsi berbagai pemangku kepentingan dan membangun kerangka kerja bersama dalam upaya mengatasi tantangan pendidikan nasional. Dengan demikian, hasil Konsolidasi Nasional diharapkan mampu memperkuat kerja sama pemerintah pusat-daerah, dunia usaha, dan masyarakat untuk transformasi pendidikan yang lebih efektif.

Delapan Isu Strategis Pendidikan Hasil Konsolidasi Nasional

1. Wajib Belajar 13 Tahun dan Pemerataan Pendidikan untuk Semua

Isu pertama menyoroti program wajib belajar 13 tahun (menambah jenjang PAUD hingga SMA). Kebijakan ini digagas dalam RUU Sistem Pendidikan Nasional dan didukung Bappenas untuk diterapkan mulai 2025. Data resmi menunjukkan rata-rata lama sekolah penduduk baru mencapai sekitar 8,9 tahun, jauh di bawah target 13 tahun. Sementara itu angka harapan lama sekolah sudah hampir 13,21 tahun, menunjukkan ada kesenjangan yang harus diperbaiki. Konsolidasi menegaskan program wajib belajar dan pemerataan akses menjadi fokus utama peningkatan kualitas SDM melalui pemantapan aspek akses, mutu, dan tata kelola pendidikan. Termasuk di dalamnya upaya kuat memperluas layanan PAUD di seluruh pelosok (khususnya 3T), agar setiap anak Indonesia memperoleh pendidikan hingga minimal SMA tanpa terkendala biaya atau jarak.

2. Pembangunan dan Revitalisasi Satuan Pendidikan

Isu kedua membahas infrastruktur dan fasilitas sekolah/madrasah. Konsolidasi menyepakati pentingnya percepatan pembangunan dan revitalisasi gedung sekolah, laboratorium, perpustakaan, dan sarana belajar lainnya. Berdasarkan Instruksi Presiden No. 7/2025, pemerintah mempercepat program pembangunan dan revitalisasi satuan pendidikan sejak PAUD hingga tingkat menengah. Hal ini selaras dengan dukungan anggaran 20% APBN untuk pendidikan, termasuk program renovasi sekolah, BOS, dan dana tunjangan guru. Selain fisik, Konsolnas juga mendorong transformasi digitalisasi pembelajaran agar proses belajar lebih modern dan inklusif. Dengan memperbaiki infrastruktur dan teknologi, diharapkan kualitas sarana di seluruh sekolah dapat merata, mengurangi jurang fasilitas antara wilayah maju dengan 3T.

3. Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB)

Isu ketiga memfokuskan pada reformasi sistem penerimaan murid baru (SPMB). Selama ini terdapat praktik jual beli kursi dan ketidakadilan dalam pendaftaran sekolah/madrasah. Konsolidasi menekankan perlunya penyelenggaraan SPMB yang transparan, bersih, dan bebas diskriminasi. Para peserta sepakat mekanisme seleksi harus dipastikan adil agar setiap anak memiliki peluang masuk sekolah berprestasi tanpa adanya praktik tidak sehat. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah menambahkan, SPMB 2025 harus berjalan lancar guna memberikan layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, sehingga tidak ada satupun anak Indonesia yang didiskriminasi oleh sistem tersebut. Dengan begitu, transformasi SPMB menjadi tolak ukur awal keberhasilan pemerataan pendidikan nasional.

4. Rapor Pendidikan dan Tes Kemampuan Akademik (TPA)

Isu keempat mengangkat pentingnya data hasil belajar sebagai dasar evaluasi. Konsolidasi memperkenalkan konsep rapor pendidikan berbasis asesmen dan Tes Kemampuan Akademik (TPA) untuk satuan pendidikan. Nilai rapor dan skor TPA dianggap sebagai indikator hasil belajar siswa secara nasional. Hasil TPA nantinya digunakan dalam perencanaan berbasis data (PBD) untuk meningkatkan mutu pendidikan. Misalnya, nilai akademik siswa SMA/SMK bisa menjadi syarat masuk perguruan tinggi demi lebih menyiapkan siswa berdaya saing tinggi. Dengan penerapan sistem evaluasi ini, pemerintah berharap dapat memetakan titik lemah dan kekuatan sekolah secara objektif, sebagai bahan kebijakan program peningkatan mutu yang terukur.

5. Tata Kelola Guru

Isu kelima berfokus pada manajemen dan kesejahteraan guru. Konsolidasi menyoroti perlunya perbaikan regulasi dan sistem pendukung bagi guru, termasuk guru ASN maupun non-ASN. Poin utamanya adalah peningkatan gaji, status kepegawaian, serta kompetensi tenaga pendidik. Disepakati pula mendorong percepatan penyelenggaraan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk menaikkan mutu guru. Sebagai contoh, pemerintah mengusulkan redistribusi guru ASN ke sekolah/madrasah swasta demi pemerataan tenaga pendidik. DPR dan Bappenas juga menyarankan peningkatan perlindungan dan kesejahteraan guru, sekaligus perluasan formasi guru khususnya di daerah terpencil. Dengan tata kelola guru yang lebih baik, diharapkan motivasi dan kualitas pendidik meningkat, mendukung tujuan transformasi pendidikan berkualitas.

6. Layanan Pendidikan di Wilayah 3T dan Pendidikan Inklusif

Isu keenam menggarisbawahi kesetaraan layanan pendidikan untuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) serta anak berkebutuhan khusus (inklusi). Konsolidasi menegaskan akses pendidikan di daerah 3T harus setara dengan kota, tanpa diskriminasi. Peningkatan sarana-prasarana di 3T menjadi prioritas utama, termasuk pembangunan sekolah baru dan pemenuhan guru. Misalnya, pembangunan SLB dan sekolah inklusi terus didorong. Fakta BPS menunjukkan terdapat sekitar 1,6 juta anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia, namun baru 18% di antaranya yang terserap dalam pendidikan inklusif. Konsolnas meminta agar pemerintah mempercepat pembangunan fasilitas PAUD hingga SMPLB di 3T, sekaligus memperluas layanan pendampingan dan kurikulum inklusif. Usulan Komisi X DPR bahkan mencakup penguatan akses pendidikan di 3T melalui afirmasi khusus. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional yang merata dan inklusif dapat tercapai.

7. Pendidikan Karakter

Isu ketujuh menekankan pendidikan karakter sejak dini. Konsolidasi mengapresiasi program “7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat” sebagai upaya menanamkan nilai integritas, empati, dan tanggung jawab pada siswa. Pendidikan karakter diarahkan agar ditanamkan lebih awal (usia PAUD–SD) karena tingginya masalah perundungan, kekerasan, dan intoleransi di kalangan remaja. Dengan membekali generasi muda nilai-nilai luhur sejak dini, diharapkan anak-anak tumbuh menjadi pribadi beretika dan tahan uji menghadapi tantangan global. Penguatan pendidikan karakter juga sejalan dengan kurikulum Merdeka Belajar yang memprioritaskan budi pekerti dan kepribadian siswa.

8. Kedaulatan Bahasa Indonesia dan Revitalisasi Bahasa Daerah

Isu kedelapan berkaitan dengan penggunaan bahasa. Konsolidasi menyoroti perlunya melindungi kedaulatan Bahasa Indonesia dan melestarikan bahasa daerah. Menurut data UNESCO, lebih dari 100 bahasa daerah di Indonesia berada di ambang kepunahan, sementara sekitar 200 bahasa telah punah dalam 30 tahun terakhir. Keprihatinan ini menuntut aksi konkret: pembinaan dan revitalisasi bahasa daerah melalui pendidikan. Harianto Oghie menegaskan pentingnya memasukkan nilai budaya dan bahasa lokal ke dalam kurikulum secara efektif. Sebagai contoh, Kemendikbudristek telah meluncurkan Program Revitalisasi Bahasa Daerah untuk merangsang pelestarian bahasa daerah rentan. Langkah-langkah tersebut dipandang perlu agar generasi muda tetap menguasai Bahasa Indonesia yang baik sekaligus menghargai warisan bahasa pribumi.

Kedelapan isu strategis di atas menjadi landasan utama bagi kebijakan pendidikan nasional ke depan. Hasil Konsolidasi Nasional ini menunjukkan betapa luasnya agenda reformasi pendidikan Indonesia: mulai dari peningkatan akses dan mutu (wajib belajar 13 tahun, infrastruktur), reformasi sistem (SPMB, rapor pendidikan), sampai penguatan sumber daya manusia (guru, karakter, inklusi, dan bahasa). Jika diimplementasikan dengan konsisten, isu-isu tersebut akan mempercepat transformasi pendidikan menuju sistem yang lebih merata dan bermutu. Pencapaian tujuan ini mensyaratkan komitmen jangka panjang seluruh pemangku kepentingan, sehingga Indonesia dapat mencetak generasi unggul dan sumber daya manusia siap menghadapi masa depan.

Sumber: Konsolidasi Nasional Kemendikbudristek 2025, pernyataan NU Online, serta data dan rilis resmi (BPS, Kemendikbud, Bappenas, MenPANRB) seperti dikutip di atas.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top