KH Hasyim Asy’ari merupakan ulama terkemuka yang memiliki peran signifikan dalam sejarah Islam di Indonesia, khususnya sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Tanah Air. Beliau memberikan kontribusi besar dalam pengembangan pendidikan Islam melalui sistem pesantren serta gagasan yang menekankan pentingnya moral dan etika dalam pembelajaran.
Selain itu, KH Hasyim Asy’ari juga turut menjaga harmoni nasional dan Islam, baik di tingkat domestik maupun internasional, dengan mengedepankan persatuan dan toleransi.
Didirikan pada tahun 1926, Nahdlatul Ulama aktif melestarikan ajaran Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah di Indonesia dan berperan sebagai pilar utama dalam penyebaran Islam melalui pendidikan dan kegiatan sosial.
Latar Belakang Kehidupan
KH Hasyim Asy’ari lahir pada 14 Februari 1871 di Desa Gedang, Jombang, Jawa Timur. Beliau berasal dari keluarga yang sangat religius; ayahnya, Kiai Asy’ari, adalah pendiri Pondok Pesantren Keras.
Lingkungan keluarganya yang penuh dengan nilai-nilai keagamaan membentuk dasar pendidikan serta kepribadian beliau sejak usia dini.
Pendidikan dan Perjalanan Intelektual
Sejak kecil, Hasyim Asy’ari belajar di berbagai pesantren di Jawa. Pada usia 20 tahun, beliau menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama di Mekah, berguru kepada ulama terkenal seperti Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Sekembalinya ke Indonesia, beliau mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng pada tahun 1899, yang kemudian menjadi salah satu pusat pendidikan Islam terkemuka.
Peran KH Hasyim Asy’ari dalam Pendirian NU
Pada 31 Januari 1926, KH Hasyim Asy’ari bersama ulama lainnya mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai respons terhadap tantangan modernisasi dan gerakan Islam transnasional yang mengancam tradisi lokal. Beliau menjabat sebagai Rais Akbar pertama, menekankan pentingnya menjaga ajaran Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah dan tradisi keislaman Nusantara.
Pemikiran dan Warisan KH Hasyim Asy’ari
Beliau terkenal dengan pemikiran yang moderat, menekankan pentingnya moralitas dan etika dalam pendidikan. KH Hasyim Asy’ari juga menulis berbagai karya, termasuk kitab “Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim” yang membahas etika pengajar dan pelajar. Warisan pemikirannya terus mempengaruhi perkembangan Islam di Indonesia hingga kini.
Selain fokus pada pendidikan, Mbah Hasyim berperan aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beliau mengeluarkan “Resolusi Jihad” pada 22 Oktober 1945, yang mendorong umat Islam untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan. Fatwa ini menjadi salah satu pemicu pertempuran Surabaya pada November 1945.
Perjuangan dan Kiprah Nasional
Mbah Hasyim mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng yang masih beroperasi dan menjadi salah satu lembaga pendidikan Islam terkemuka. Nahdlatul Ulama, organisasi yang beliau dirikan, terus berkembang dan memainkan peran penting dalam kehidupan sosial, politik, dan keagamaan di Indonesia. Pemikiran dan perjuangannya menjadi inspirasi bagi generasi penerus dalam menjaga nilai-nilai Islam yang toleran dan moderat.