Alasan Bijak di Balik Amnesti dan Abolisi di Masa Khalifah Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib

Presiden Prabowo Subianto secara resmi memberikan amnesti kepada Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, serta mengabulkan permohonan abolisi bagi mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong).

Kebijakan amnesti dan abolisi segera memicu perhatian dan perdebatan di tengah-tengah masyarakat dan menimbulkan gelombang pro dan kontra di berbagai kalangan.

Amnesti ialah penghapusan hukuman atau pengampunan kepada seseorang atau sekelompok orang oleh Kepala Negara. Sementara abolisi ialah penghapusan suatu tuntutan pidana, termasuk di dalamnya penghentian penyidikan kasusnya.

Dalam terminologi Fiqih Siyasah, amnesti dan abolisi disebut al-‘afwa atau pengampunan. Istilah lain yang digunakan ialah as-Syafa’at, yang artinya ialah pertolongan.

Di luar amnesti dan abolisi yang diberikan Prabowo Subianto tersebut, sejarah Islam mencatat bahwa pemberian amnesti dan abolisi ini telah terjadi di masa Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib.

Kedua pemimpin Islam tersebut memberikan amnesti dan abolisi berdasarkan alasan dan pertimbangan-pertimbangan bijak untuk kemaslahatan umum.

Berikut ini kisah dan alasan kedua sahabat Nabi tersebut melakukan amnesti dan abolisi, seperti maarifnucilacap.or.id rangkum dari berbagai referensi, Sabtu (09/08/25).

Amnesti pada Masa Khalifah Umar bin Khattab

Menurut Nurcholish Madjid dalam bukunya ‘Indonesia Kita’ menjelaskan, semangat pemaafan sudah dilakukan Rasulullah pada saat penaklukan Kota Makkah, Rasulullah SAW memberikan amnesti umum kepada para penentangnya, termasuk kaum Quraisy yang dahulu gigih memusuhi beliau.

Mereka yang diampuni itu kemudian dikenal sebagai al-thulaqā’, yaitu orang-orang yang dimerdekakan melalui pengampunan. Di antara mereka terdapat kaum Bani Umayyah, yang kemudian menerima Islam dan bergabung dalam komunitas Madinah.

Abdul Wahhab Khallaf dalam bukunya yang berjudul ‘Politik Hukum Islam’ menjelaskan bahwa semangat pemaafan ini tidak hanya terjadi pada masa Nabi SAW, tetapi juga dilanjutkan oleh para khalifah sesudahnya. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab RA, misalnya, beliau memaafkan seorang pencuri yang terbukti mencuri.

Amnesti diberikan sebab mencuri bukan karena dorongan hawa nafsu, melainkan karena desakan kelaparan di masa paceklik hebat yang melanda beberapa wilayah Arab seperti Hijaz, Tihamah dan Nejd pada akhir abad ke-18 Hijriyah.

Umar memahami bahwa dalam kondisi darurat, hukum harus ditegakkan dengan mempertimbangkan keadilan dan kasih sayang, bukan sekadar dengan hukuman yang menyakitkan.

Amnesti pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

Melansir tulisan Mutiara Fahmi, dkk dalam Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum yang diterbitkan UIN Ar-Raniry, Banda Acah dengan judul ‘Amnesti: Hak Prerogatif Presiden dalam Perspektif Fiqh Siyasah bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib RA, semangat pemaafan dan amnesti kembali terlihat sebagai bagian dari kebijakan politik yang berlandaskan keadilan dan kemaslahatan umat.

Amnesti diberikan kepada para sahabat yang sebelumnya mengangkat senjata melawan pemerintahan yang sah dalam peristiwa Perang Jamal dan Shiffin.

Tak hanya itu, Khalifah Ali juga memberikan pengampunan kepada sekitar dua ribu pasukan Khawarij yang bertobat, setelah mereka kalah dalam debat dengan Abdullah bin Abbas RA, utusan yang dikirim oleh Ali untuk berdialog secara ilmiah dan persuasif.

Dalam fiqh siyasah, amnesti dikenal dengan istilah al-‘afwu dan asy-syafa’ah, yang telah lama menjadi praktik mulia sejak masa Rasulullah SAW hingga masa para khalifah.

Pemberian amnesti ini mencakup pelaku pidana perang, politik, hingga pidana umum, dengan syarat utama adanya pertimbangan maslahat yang lebih besar bagi stabilitas negara dan masyarakat.

Seperti dalam kasus Hindun dan Wahsyi yang dimaafkan oleh Rasulullah karena kejahatannya dilakukan di masa perang dan sebelum mereka memeluk Islam, atau kasus seorang pencuri di masa paceklik yang dimaafkan oleh Umar bin Khattab karena tindakan itu didorong oleh kondisi darurat.

Demikian pula, amnesti yang diberikan oleh Ali bin Abi Thalib kepada kelompok Khawarij bukanlah kelemahan, melainkan kebijaksanaan dalam meredam potensi konflik demi menjaga persatuan dan ketentraman umat Islam.

Alasan Kuat yang Mendasarinya

Pemberian amnesti yang dilakukan Rasulullah SAW ataupun oleh sahabatnya yakni Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib dapat dibenarkan. Sebab ada unsur kedaruratan dan kepentingan persatuan dan kesatuan umat.

Seperti dalam kasus Hindun dan Wahsyi yang dimaafkan oleh Rasulullah karena kejahatannya dilakukan di masa perang dan sebelum mereka memeluk Islam atau kasus seorang pencuri di masa paceklik yang dimaafkan oleh Umar bin Khattab karena tindakan itu didorong oleh kondisi darurat.

Demikian pula, amnesti yang diberikan oleh Ali bin Abi Thalib kepada kelompok Khawarij bukanlah kelemahan, melainkan kebijaksanaan dalam meredam potensi konflik demi menjaga persatuan dan ketentraman umat Islam.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top